Kamis, 03 Februari 2022

DAMPAK PEMBANGUNAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP PADA KESEIMBANGAN ALAM

 

Kemajuan pembangunan yang terus berkembang secara pesat baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan membawa berbagai macam dampak positif hingga negatif. Salah satu dampak negatif dari pembangunan tersebut adalah munculnya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan hidup adalah fenomena global yang efeknya semakin bertambah besar seiring berjalannya waktu. Akibat ulah manusia yang kurang memikirkan keseimbangan antara pembangunan modern dan alam sekitar, banyak dari hal ini yang lantas menimbulkan permasalahan lingkungan.

Seorang ahli ekonomi bernama Robert Heilbroner dalam bukunya “An Inquiry Into the Human Prospect”  menulis sebuah pertanyaan yang bernada pesimis tentang masa depan manusia: “Is the hope for man?” (adakah harapan bagi masa depan manusia?). Pertanyaan ini muncul dari kajian yang Heibroner lakukan terkait dengan berbagai masalah nyata yang dihadapi manusia yang mana berkaitan erat dengan alam lingkungan hidupnya. Heilbroner berusaha melihat bagaimana masa depan manusia, berdasarkan fakta-fakta yang semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu. Dari berbagai kajian mengenai tantangan yang dihadapi manusia, dan keterbatasan kemampuan yang dimiliki manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Melihat adanya perubahan global dalam kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan maka berdampak pada perubahan global pada lingkungan. Lebih lanjut, perubahan global dapat menimbulkan bencana alam maupun bencana teknologi.  Adapun dua bencana, yaitu bencana alam dan bencana teknologi di sebabkan oleh tidak adanya control yang baik dalam menyeimbangkan kondisi alam dan manusia serta tidak adanya control teknologi yang ramah lingkungan.  Bencana alam digambarkan sebagai kejadian alam yang tidak biasa dan sangat intens, termasuk berbagai cuaca ekstrim, seperti cuaca ekstrim panas atau ekstrim dingin, angin topan, badai salju, badai, angin musim, dll. Gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor, juga termasuk bencana alam. Terjadinya bencana-bencana alam, ada kemungkinan turut dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Misalnya, banjir dan tanah longsor : adanya Deforestasi atau penggundulan hutan yang mana dapat diartikan sebagai kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan, seperti pertanian dan perkebunan, peternakan, atau permukiman. Sedangkan untuk bencana teknologi adalah usaha-usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan penguasaan atas penyakit, begitu juga keinginan penguasaan atas alam, dengan menggunakan jaringan teknologi yang mengalami kegagalan dan tidak ramah lingkungan. Sebagai contoh : instlasi nuklir bocor, racun dari pembuangan sampah maupun limbah industri dan Rumah Tangga, sampah nuklir,  maupun penggunaan bahan kimia yang dapat meracuni air, udara, bahkan tanaman. Dari dua jenis penyebab masalah bagi linkungan, yakni bencana alam dan bencana teknologi, bencana alam dapat dilihat sebagai yang tak terhindarkan tapi perlu diingat bahwa ada bencana alam yang mana manusia mengambil bagian terjadinya bencana alam tersebut. Sedangkan bencana teknologi, selama itu berada di bawah kontrol manusia, sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.

Chiras  dalam bukunya “Environmental Science”, menyatakan bahwa hal yang sangat penting terkait lingkungan hidup di masa depan adalah mengadakan perlawanan terhadap pandangan lama tentang lingkungan hidup, yang ditandai oleh tiga pandangan dasar, yakni: yang pertama adalah Manusia memandang lingkungan sebagai sumber daya yang tak terbatas, kedua Manusia melihat dirinya sebagai yang terpisah, ketimbang sebagai bagian dari lingkungan, dan yang ketiga adalah Alam dipandang sebagai sesuatu yang harus digarap (to be overcome). Manusia secara historis memandang alam sebagai pemberian untuk memuaskan keinginan dan kesenangan dirinya yang tak pernah berakhir. Sikap mental ini dapat digolongkan sebagai bagian dari teori antroposentrisme mengenai lingkungan maupun manusia. Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan kepentingannya.

Saatnya untuk melakukan perubahan pandangan dan perilaku terhadap lingkungan hidup. Karena semakin kedepannya kejahatan lingkungan hidup semakin canggih dengan pola dan bentuk yang baru. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat menjadi insperktur upacara dalam penutupan pelatihan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) di Pantai Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu 11 Desember 2021. “Modus kejahatan mulai dengan cara konvensional dan canggih. Pelaku kejahatan datang dari berbagai kelangan atau kita sebut multi aktor mulai dari masyarakat, kelompok terorganisir, korporasi, dan oknum aparat diantaranya” kata Siti Nurbaya.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Pasal 1 Ayat (14) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Pencemaran lingkungan hidup, adalah “Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.

Sementara itu, untuk mengukur adanya suatu pencemaran ditetapkan dengan baku mutu lingkungan hidup sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 1 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa Baku mutu lingkungan hidup, adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

                Tindak Pidana Lingkungan Hidup saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab XV, yaitu mulai dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH.

Pasal 97 UUPPLH menyatakan bahwa tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pidana UUPPLH, merupakan kejahatan (rechtdelicten), sehingga level perbuatan tercelanya di atas pelanggaran.

Secara umum, perbuatan yang dilarang dengan ancaman sanksi pidana bagi yang melanggarnya dalam UUPPLH yaitu perbuatan Pencemaran lingkungan hidup dan perusakan lingkungan hidup. 

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. (Pasal 1 angka 14 UUPPLH).

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

Mari bersama menjadikan lingkungan hidup lebih baik demi masa depan yang lebih baik juga, dengan cara lebih berani menyuarakan sebuah kritik tajam atas kelalaian dan ketidakpedulian manusia tentang masa depan lingkungan hidup yang yang berdampak pada kelangsungan hidup manusia, dimana tidak ada atau sangat kurangnya upaya-upaya serius yang dilandasi oleh kesadaran mendalam untuk merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam lingkungan hidup. Melakukan pengawasan terhadap pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup dan menanggulangi berbagai kejahatan lingkungan hidup dimana setiap aparat harus berfungsi sebagai pencegahan dan penindakan harus menempa diri dan inovasi agar tetap mampu mencegah dan menanggulangi berbagai gangguan dan ancaman kejahatan lingkungan yang semakin meningkat kualitasnya. Memang tugas ini tidak mudah namun dengan adanya sinergi bersama dengan segenap elemen masyarakat masalah demi masalah dapat diselesaikan demi lingkungan hidup yang lestari demi masyarakat sejahtera dan kejayaan Indonesia.


Anthonius Eddy Widodo

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Widyagama Malang

 

Rabu, 02 Februari 2022

Pembangunan Infrastrktur dan Non Infrastruktur Yang Berwawasan Lingkungan

    Seluruh negara di belahan dunia manapun pasti akan merencanakan pembangungan di wilayahnya, dengan harapan membawa ke arah yang lebih baik, setiap pembangunan pastilah akan mengalami proses dalam proses pelaksanannya, setiap proses yang dilalui apakah dapat diterima oleh lingkungan dan membawa kebaikan ataukah sebaiknya?

    Pembangunan sejatinya harus membawa manfaat dari semua aspek, utamanya wajib untuk berwawasan lingkungan, berdasarkan catatan sejarah pembangunan di indonesia telah beberapa kali dalam terstruktur didalam repelita (rencana pembangunan lima tahun) adalah program pembangunan yang dibuat oleh Soeharto selama menjabat sebagai Presiden Indonesia.  Repelita terdapat enam periode, sebagai berikut: Repelita I (1969-1974) Repelita II (1969-1979) Repelita III (1979-1984) Repelita IV (1984-1989) Repelita V (1989-1994) Repelita VI (1994-tidak selesai) Masing-masing Repelita memiliki tujuannya masing-masing. Akan tetapi, pada dasarnya tujuan Repelita yaitu untuk membangun infrastruktur Indonesia.

Pada tahun 2005 repelita berganti menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, program ini berjalan tersistematis selama 5 tahun sekali atau setara dengan satu periode Presiden menjabat setelah dilaksanakan pelantikan sebagai presiden, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang terdiri dari : 1. RPJM Nasional I Tahun 2005–2009, 2. RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, 3. RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, 4. RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024.

Didalam pembangunan tersebut sejatinya wajib memberikan jaminan pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan disertai legalitas yang secara berjenjang di sahkan, di mulai dari disahkannya RUU RPJMN sampai dengan Perda RPJMD di tingkat daerah, di masing masing daerah memang wajib mencanangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, dengan merancang pembangunan disertai dengan batasan-batasan aturan yang berwawasan lingkungan, artinya pembangunan sektor infrastruktur memang wajib dilaksanakan tanpa mengesampingkan akibat buruk bagi lingkungan. semisal wajib untuk 1. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman 2. pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu. 4. pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Pemerintah berkomitmen mendukung pengembangan Sustainable Development Goals (SDGs), dan komitmen itu antara lain diwujudkan melalui program dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Namun, implementasinya masih belum terjadi di lapangan.
beberapa masalah yang menjadi penyebab belum terimplementasinya pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Komitmen politik pemerintah belum sepenuhnya memahami mengenai pola pembangunan berkelanjutan, komitmen pembangunan kita masih parsial karena adanya desentralisasi sehingga setiap daerah berjalan sendiri-sendiri, walaupun secara legalitas pada narasi yang tertuang pada RPJMD inline atau segaris dengan apa yang telah tercantum di RPJMN.

Beberapa daerah melaksanakan pembangunan dengan tujuan utama meningkatkan perekonomian daerah masing-masing, Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perusakan lingkungan yang tujuannya semata untuk meningkatkan pendapatan ekonomi.

Bersamaan dengan isu pembangunan hijau yang telah dicanangkan oleh Pemerintah, Kementerian Perindustrian beberapa waktu lalu telah mendorong optimalisasi daya saing seluruh sektor manufaktur di Indonesia melalui penerapan proses produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan prinsip industri hijau yang bertujuan meningkatkan efisiensi sistem produksi dan mendukung implementasi ekonomi sirkular dan praktik terbaik, baik dalam manajemen perusahaan maupun pemilihan teknologi.

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa salah satu strategi besar ekonomi dan bisnis negara adalah melalui penerapan ekonomi hijau. Implementasi ekonomi hijau telah dimulai melalui Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon atau Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang telah terintegrasi dengan RPJMN 2020-2024 dan selaras dengan amanah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Kemenperin terus berupaya mendorong industri manufaktur nasional untuk menerapkan industri hijau melalui beragam program strategis, salah satunya dengan penyusunan dan penetapan Standar Industri Hijau (SIH) sebagai pedoman bagi perusahaan industri untuk menerapkan prinsip-prinsip industri hijau dalam proses produksinya.

SIH disusun untuk tiap komoditas berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), lima digit, dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian. 

Penerapan SIH diharapkan dapat mendukung tercapainya beberapa program pemerintah, antara lain sirkular ekonomi, skenario net zero emission pada tahun 2060, serta pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Salah satu tujuan dari adanya upaya pemerintah melalui Kemenperin yaitu SDM industri yang telah memahami sertifikasi industri hijau dapat membantu perusahaan industri dalam penyiapan data-data penggunaan bahan baku, energi, air, emisi GRK, pengelolaan limbah dan lain-lain sehingga perusahaan dapat melakukan proses self-assessment. Hal tersebut akan dapat membantu mempercepat terwujudnya ekonomi hijau berbasis industri hijau nasional.


diambil dari beberapa sumber diolah
https://www.unpad.ac.id/2015/09/isu-pembangunan-berkelanjutan-di-indonesia-masih-sebatas-retorika/
https://pressrelease.kontan.co.id/release/dukung-ekonomi-hijau-kemenperin-tempa-sdm-industri-berwawasan-lingkungan?page=all
  


DAMPAK PEMBANGUNAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP PADA KESEIMBANGAN ALAM

  Kemajuan pembangunan yang terus berkembang secara pesat baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan membawa berbagai macam dampak positif hi...