Kamis, 03 Februari 2022

DAMPAK PEMBANGUNAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP PADA KESEIMBANGAN ALAM

 

Kemajuan pembangunan yang terus berkembang secara pesat baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan membawa berbagai macam dampak positif hingga negatif. Salah satu dampak negatif dari pembangunan tersebut adalah munculnya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan hidup adalah fenomena global yang efeknya semakin bertambah besar seiring berjalannya waktu. Akibat ulah manusia yang kurang memikirkan keseimbangan antara pembangunan modern dan alam sekitar, banyak dari hal ini yang lantas menimbulkan permasalahan lingkungan.

Seorang ahli ekonomi bernama Robert Heilbroner dalam bukunya “An Inquiry Into the Human Prospect”  menulis sebuah pertanyaan yang bernada pesimis tentang masa depan manusia: “Is the hope for man?” (adakah harapan bagi masa depan manusia?). Pertanyaan ini muncul dari kajian yang Heibroner lakukan terkait dengan berbagai masalah nyata yang dihadapi manusia yang mana berkaitan erat dengan alam lingkungan hidupnya. Heilbroner berusaha melihat bagaimana masa depan manusia, berdasarkan fakta-fakta yang semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu. Dari berbagai kajian mengenai tantangan yang dihadapi manusia, dan keterbatasan kemampuan yang dimiliki manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Melihat adanya perubahan global dalam kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan maka berdampak pada perubahan global pada lingkungan. Lebih lanjut, perubahan global dapat menimbulkan bencana alam maupun bencana teknologi.  Adapun dua bencana, yaitu bencana alam dan bencana teknologi di sebabkan oleh tidak adanya control yang baik dalam menyeimbangkan kondisi alam dan manusia serta tidak adanya control teknologi yang ramah lingkungan.  Bencana alam digambarkan sebagai kejadian alam yang tidak biasa dan sangat intens, termasuk berbagai cuaca ekstrim, seperti cuaca ekstrim panas atau ekstrim dingin, angin topan, badai salju, badai, angin musim, dll. Gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor, juga termasuk bencana alam. Terjadinya bencana-bencana alam, ada kemungkinan turut dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Misalnya, banjir dan tanah longsor : adanya Deforestasi atau penggundulan hutan yang mana dapat diartikan sebagai kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan, seperti pertanian dan perkebunan, peternakan, atau permukiman. Sedangkan untuk bencana teknologi adalah usaha-usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan penguasaan atas penyakit, begitu juga keinginan penguasaan atas alam, dengan menggunakan jaringan teknologi yang mengalami kegagalan dan tidak ramah lingkungan. Sebagai contoh : instlasi nuklir bocor, racun dari pembuangan sampah maupun limbah industri dan Rumah Tangga, sampah nuklir,  maupun penggunaan bahan kimia yang dapat meracuni air, udara, bahkan tanaman. Dari dua jenis penyebab masalah bagi linkungan, yakni bencana alam dan bencana teknologi, bencana alam dapat dilihat sebagai yang tak terhindarkan tapi perlu diingat bahwa ada bencana alam yang mana manusia mengambil bagian terjadinya bencana alam tersebut. Sedangkan bencana teknologi, selama itu berada di bawah kontrol manusia, sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.

Chiras  dalam bukunya “Environmental Science”, menyatakan bahwa hal yang sangat penting terkait lingkungan hidup di masa depan adalah mengadakan perlawanan terhadap pandangan lama tentang lingkungan hidup, yang ditandai oleh tiga pandangan dasar, yakni: yang pertama adalah Manusia memandang lingkungan sebagai sumber daya yang tak terbatas, kedua Manusia melihat dirinya sebagai yang terpisah, ketimbang sebagai bagian dari lingkungan, dan yang ketiga adalah Alam dipandang sebagai sesuatu yang harus digarap (to be overcome). Manusia secara historis memandang alam sebagai pemberian untuk memuaskan keinginan dan kesenangan dirinya yang tak pernah berakhir. Sikap mental ini dapat digolongkan sebagai bagian dari teori antroposentrisme mengenai lingkungan maupun manusia. Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan kepentingannya.

Saatnya untuk melakukan perubahan pandangan dan perilaku terhadap lingkungan hidup. Karena semakin kedepannya kejahatan lingkungan hidup semakin canggih dengan pola dan bentuk yang baru. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat menjadi insperktur upacara dalam penutupan pelatihan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) di Pantai Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu 11 Desember 2021. “Modus kejahatan mulai dengan cara konvensional dan canggih. Pelaku kejahatan datang dari berbagai kelangan atau kita sebut multi aktor mulai dari masyarakat, kelompok terorganisir, korporasi, dan oknum aparat diantaranya” kata Siti Nurbaya.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Pasal 1 Ayat (14) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Pencemaran lingkungan hidup, adalah “Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.

Sementara itu, untuk mengukur adanya suatu pencemaran ditetapkan dengan baku mutu lingkungan hidup sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 1 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa Baku mutu lingkungan hidup, adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

                Tindak Pidana Lingkungan Hidup saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab XV, yaitu mulai dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH.

Pasal 97 UUPPLH menyatakan bahwa tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pidana UUPPLH, merupakan kejahatan (rechtdelicten), sehingga level perbuatan tercelanya di atas pelanggaran.

Secara umum, perbuatan yang dilarang dengan ancaman sanksi pidana bagi yang melanggarnya dalam UUPPLH yaitu perbuatan Pencemaran lingkungan hidup dan perusakan lingkungan hidup. 

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. (Pasal 1 angka 14 UUPPLH).

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

Mari bersama menjadikan lingkungan hidup lebih baik demi masa depan yang lebih baik juga, dengan cara lebih berani menyuarakan sebuah kritik tajam atas kelalaian dan ketidakpedulian manusia tentang masa depan lingkungan hidup yang yang berdampak pada kelangsungan hidup manusia, dimana tidak ada atau sangat kurangnya upaya-upaya serius yang dilandasi oleh kesadaran mendalam untuk merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam lingkungan hidup. Melakukan pengawasan terhadap pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup dan menanggulangi berbagai kejahatan lingkungan hidup dimana setiap aparat harus berfungsi sebagai pencegahan dan penindakan harus menempa diri dan inovasi agar tetap mampu mencegah dan menanggulangi berbagai gangguan dan ancaman kejahatan lingkungan yang semakin meningkat kualitasnya. Memang tugas ini tidak mudah namun dengan adanya sinergi bersama dengan segenap elemen masyarakat masalah demi masalah dapat diselesaikan demi lingkungan hidup yang lestari demi masyarakat sejahtera dan kejayaan Indonesia.


Anthonius Eddy Widodo

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Widyagama Malang

 

Rabu, 02 Februari 2022

Pembangunan Infrastrktur dan Non Infrastruktur Yang Berwawasan Lingkungan

    Seluruh negara di belahan dunia manapun pasti akan merencanakan pembangungan di wilayahnya, dengan harapan membawa ke arah yang lebih baik, setiap pembangunan pastilah akan mengalami proses dalam proses pelaksanannya, setiap proses yang dilalui apakah dapat diterima oleh lingkungan dan membawa kebaikan ataukah sebaiknya?

    Pembangunan sejatinya harus membawa manfaat dari semua aspek, utamanya wajib untuk berwawasan lingkungan, berdasarkan catatan sejarah pembangunan di indonesia telah beberapa kali dalam terstruktur didalam repelita (rencana pembangunan lima tahun) adalah program pembangunan yang dibuat oleh Soeharto selama menjabat sebagai Presiden Indonesia.  Repelita terdapat enam periode, sebagai berikut: Repelita I (1969-1974) Repelita II (1969-1979) Repelita III (1979-1984) Repelita IV (1984-1989) Repelita V (1989-1994) Repelita VI (1994-tidak selesai) Masing-masing Repelita memiliki tujuannya masing-masing. Akan tetapi, pada dasarnya tujuan Repelita yaitu untuk membangun infrastruktur Indonesia.

Pada tahun 2005 repelita berganti menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, program ini berjalan tersistematis selama 5 tahun sekali atau setara dengan satu periode Presiden menjabat setelah dilaksanakan pelantikan sebagai presiden, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang terdiri dari : 1. RPJM Nasional I Tahun 2005–2009, 2. RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, 3. RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, 4. RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024.

Didalam pembangunan tersebut sejatinya wajib memberikan jaminan pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan disertai legalitas yang secara berjenjang di sahkan, di mulai dari disahkannya RUU RPJMN sampai dengan Perda RPJMD di tingkat daerah, di masing masing daerah memang wajib mencanangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, dengan merancang pembangunan disertai dengan batasan-batasan aturan yang berwawasan lingkungan, artinya pembangunan sektor infrastruktur memang wajib dilaksanakan tanpa mengesampingkan akibat buruk bagi lingkungan. semisal wajib untuk 1. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman 2. pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu. 4. pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Pemerintah berkomitmen mendukung pengembangan Sustainable Development Goals (SDGs), dan komitmen itu antara lain diwujudkan melalui program dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Namun, implementasinya masih belum terjadi di lapangan.
beberapa masalah yang menjadi penyebab belum terimplementasinya pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Komitmen politik pemerintah belum sepenuhnya memahami mengenai pola pembangunan berkelanjutan, komitmen pembangunan kita masih parsial karena adanya desentralisasi sehingga setiap daerah berjalan sendiri-sendiri, walaupun secara legalitas pada narasi yang tertuang pada RPJMD inline atau segaris dengan apa yang telah tercantum di RPJMN.

Beberapa daerah melaksanakan pembangunan dengan tujuan utama meningkatkan perekonomian daerah masing-masing, Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perusakan lingkungan yang tujuannya semata untuk meningkatkan pendapatan ekonomi.

Bersamaan dengan isu pembangunan hijau yang telah dicanangkan oleh Pemerintah, Kementerian Perindustrian beberapa waktu lalu telah mendorong optimalisasi daya saing seluruh sektor manufaktur di Indonesia melalui penerapan proses produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan prinsip industri hijau yang bertujuan meningkatkan efisiensi sistem produksi dan mendukung implementasi ekonomi sirkular dan praktik terbaik, baik dalam manajemen perusahaan maupun pemilihan teknologi.

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa salah satu strategi besar ekonomi dan bisnis negara adalah melalui penerapan ekonomi hijau. Implementasi ekonomi hijau telah dimulai melalui Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon atau Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang telah terintegrasi dengan RPJMN 2020-2024 dan selaras dengan amanah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Kemenperin terus berupaya mendorong industri manufaktur nasional untuk menerapkan industri hijau melalui beragam program strategis, salah satunya dengan penyusunan dan penetapan Standar Industri Hijau (SIH) sebagai pedoman bagi perusahaan industri untuk menerapkan prinsip-prinsip industri hijau dalam proses produksinya.

SIH disusun untuk tiap komoditas berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), lima digit, dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian. 

Penerapan SIH diharapkan dapat mendukung tercapainya beberapa program pemerintah, antara lain sirkular ekonomi, skenario net zero emission pada tahun 2060, serta pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Salah satu tujuan dari adanya upaya pemerintah melalui Kemenperin yaitu SDM industri yang telah memahami sertifikasi industri hijau dapat membantu perusahaan industri dalam penyiapan data-data penggunaan bahan baku, energi, air, emisi GRK, pengelolaan limbah dan lain-lain sehingga perusahaan dapat melakukan proses self-assessment. Hal tersebut akan dapat membantu mempercepat terwujudnya ekonomi hijau berbasis industri hijau nasional.


diambil dari beberapa sumber diolah
https://www.unpad.ac.id/2015/09/isu-pembangunan-berkelanjutan-di-indonesia-masih-sebatas-retorika/
https://pressrelease.kontan.co.id/release/dukung-ekonomi-hijau-kemenperin-tempa-sdm-industri-berwawasan-lingkungan?page=all
  


Rabu, 07 Desember 2011

Pandangan KH. Hasyim Muzadi Terhadap Sistem Khilafah

Jakarta (voa-islam) - Apakah umat Islam harus mendirikan negara Islam? Pertanyaan inilah yang dijawab mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Hasyim Muzadi dalam sebuah Seminar Nasional “NII dan Gerakan Radikalisme Beragama” di Jakarta belum lama ini.
Ketika umat Islam dihadapkan persoalan pokok, ihwal perlu atau tidaknya mendirikan negara Islam, Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini punya pendapat berbeda. Menurutnya,  segala sesuatu harus dipertimbangkan dari sisi kemaslahatan umat, sehingga bukan semata keinginan kelompok tertentu saja, namun dapat diterima oleh semua pihak.
Dikatakan Muzadi, ada beberapa pendekatan berbicara soal wacana Negara Islam. Pertama, pendekatan syariat. Lebih jauh ia menjelaskan, Rasulullah, pernah membentuk  civil society (masyarakat Islam Madani) di Madinah, kurang lebih dua tahun, sebelum beliau wafat. Ketika itu, Nabi saw membuat aturan kemasyarakatan, yang dikenal dengan istilah Piagam Madinah. Status Piagam Madinah itu sendiri, kata Muzadi, bukan bentuk ijtihad, melainkan wahyu.
Dalam Piagam Madinah tersebut dibuatlah agreement yang mengatur kehidupan  masyarakatnya yang majemuk, ada Muslim, Yahudi, Nasrani, dan agama lokal (shobiin), serta berbagai suku yang tidak jelas agamanya. Saat itu Rasulullah membuat sebuah referendum atau konsensus nasional Madinah. Piagam Madinah (Madinah Charter) yang melingkupi  47 pasal ini  dikelompokkan dalam beberapa masasalah:
Pertama, bagaimana mengatur ukhuwah Islamiyah dengan sesama umat  Islam yang berbeda suku dan pemikiran. Rasulullah mengajarkan, jika ada pertentangan dengan sesama muslim, maka harus dikembalikan pada Qur’an dan Hadits. Karena itu, persoalan khilafiyah, seperti perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, tak perlu didipertengkarkan. “Yang penting kerangkanya Islam.  
Kedua,  bagaimana mengatur hubungan Islam dengan non-muslim.  Orang yang berbeda akidah harus diberi kebebasan untuk menjalankan agamanya masing-masing. Karena itu yang menyangkut haq sipil, warga negara Madinah harus disamakan, seperti hak keamanan, pendidikan, dan hak perlindungan. Inilah yang dikenal dengan pluralism atau pluralis sosilogis, bukan pluralis teologis. Ketentuan lakum dinukum waliyadin pun berlaku.
Muzadi tidak setuju jika dikatakan, semua agama sama. Masing-masing agama, ada persamaan dan ada pula perbedaannya. “Yang beda jangan dipaksakan untuk sama,  tapi yang sama jangan dibeda-bedakan,” tandasnya.
Mengenai hak kemanusiaan (human right), ada kesepakatan yang tidak boleh dilanggar. Orang Islam tidak boleh mengambil hak orang lain, bukan hanya sesama muslim, tapi juga non-muslim. Yang boleh adalah disaat perang, disitu ada rampasan perang atau ghanimah.
“Jika ada serangan dari luar Madinah ke Madinah, maka seluruh agama  harus bersatu melawan serangan dari luar. Inilah yang disebut nasionalisme. Tapi, Islam memberi warning, setiap persatuan pasti ada pembusukan, selalu ada pengkhianatan, kepalsuan, dan pertikaian,” tandas Muzadi.
Kiai NU ini menjelaskan, tidak bisa setiap orang berhak mengumumkan perang. Mengingat perang bisa mengubah hukum. Orang yang membunuh diluar perang bisa dikenai qishas.  Sedangkan orang yang membunuh di saat perang tidak dikenai qishas. “Kalau perang dideklair oleh perorangan, maka bisa seenaknya sendiri,  membunuh tanpa merasa berdosa, bahkan dianggap jembatan menuju surga.”

Khilafah Bukan Sistem Pemerintahan?

Lebih jauh, Hasyim Muzadi juga menyinggung soal bentuk negara Islam. Setelah Rasulullah wafat, kemudian oleh para sahabat dengan kekhilafan. Tapi, kata Muzadi,  khilafah itu bukan sebuah sistem pemerintahan, tapi meneruskan Rasulullah untuk menjaga syariat-Nya. Pasca Kekhalifahan Sayyidina Ali, bentuk negara Islam itu berbagam macam jenisnya. Ada  imarah, mamlaka, dan dinasti.
“Jadi semua itu tidak menentukan bentuk negara. Saya juga heran, jika ada yang menginginkan tegaknya khilafah, maka harus pake khalifah yang mana,” kata Muzadi.
Seperti diketahui, Islam menyebar ke segala penjuru. Dikatakan Muzadi, negara, asal dapat menampung nilai Islam secara maknawi itu sudah cukup, teruatama pada negara-negara yang multi agama. Lalu timbul pertanyaan, apakah negara Islam di Timur tengah itu salah? “Tentu tidak salah, karena disana hanya satu agama, dan menurut ijtihad ulama di Timur tengah, menuntut bentuk negara dengan sistem pemerintahan Islam.”
Sementara itu, para founding fatshers di negeri ini tidak menginginkan Indonesia, sebagai negara yang dikhususkan untuk umat Islam saja. Seperti kita ketahui, di sebelah barat Indonesia, penduduknya diisi orang Islam, sedangkan di sebelah timur diisi oleh orang Kristen. “Jika menggunakan negara agama, pasti akan pecah, seperti India dan Pakistan,” kilah Muzadi.
Jadi Indonesia ini tidak mungkin eksklusif, terpenting nilai-lai Islam itu terjamin  dan tertampung dalam sistem Indonesia. Ada nilai maknawi, bukan teksnya. Disinilah civil society di tingkat local berperan, bukan Islam yang bersifat transnasional. 
Negara harus menjamin kebebasan beragama. Maka yang berlaku adalah dakwah. Indonesia itu bukan negara agama ,  juga bukan agama sekuler, tapi negara yang bukan-bukan. Sebagai contoh, UU anti korupsi tidak perlu disebut UU Islam anti korupsi , karena anti korupsi sudah pasti Islam. Dengan demikian, semua agama bisa menerima UU tersebut. Kalau ajaran Islam ingin lengkap, maka bisa dilakukan pada civil society. Bali, jika dipaksakan untuk menjadi bagian dari Islam state, kata Muzadi, bisa kacau.
Setelah reformasi, tak dipungkiri, keran ideologi yang masuk ke Indonesia begitu derasnya. Mulai dari ideologi barat dan Timteng. Termasuk yang ekstrim dan liberal. Itulah sebabnya, kita menetapkan Indonesia sebagai negara Pancasila. Maka Islam yang menjadi karakter bangsa Indoneisia, adalah yang bersifat universalisme agama, bukan transnasionalnya.

Perjuangan Negara Islam

Menurut Hasyim Muzadi, upaya untuk mendirikan negara Islam selalu kandas di tengah jalan.  Itu bisa terlihat, sejak Kartosuwiryo hendak mendirikan negara Islam. Begitu juga dengan PRRI/Permesta, bahkan orang Kristen juga pernah mencoba untuk membentuk negara berdasarkan Kristiani, seperti di Maluku dan Papua, tapi gagal.
Kata Muzadi, kekuasaan tanpa label Islam jangan dikatakan tidak bisa islami, tidak bisa dikatakan begitu. Tanpa label Islam pun umat Islam bisa memimpin. Negara  Islam jika dipaksakan bisa menimbulkan keributan. Akhirnya tokoh Islam tidak bisa memimpin Indonesia dengan baik. Ibaratnya, ingin mengejar ikan kecil malah kehilangan ikan besar. 
Saat berkunjung ke Thailand Selatan, Muzadi melihat pemberontakan umat Islam disana yang cuma 8%  kerap dijadikan sasaran tembak oleh pemeluk Budha yang 92 %.  “Kenapa  tidak menjadikan Islam yang rahmatan lilalamin, sekalipun minoritas, bisa saja umat Islam menguasai ekonomi, seperti halnya etnis Cina di Indonesia yang minoritas mengungguli yang mayoritas.
Kesalahan umat Islam sekecil apapun yang melahirkan konflik masyarakat, akan digunakan orang lain untuk mengaduk-aduk masyarakat. Muzadi sangat menyesalkan, ketika ada oknum, satu-dua pemuda Ansor yang stress disuruh mendukung negara Israel. Jadi, kekerasan di Indonesia bukan hanya disebabkan faktor agama saja, tapi juga disebabkan oleh faktor ketidakadilan dan kemiskinan. Maka, umat Islam jangan mau dijadikan kambing hitam, seakan-akan  kekacauan ini dikarenakan radikalisme Islam saja.
“Saya pernah sampaikan langsung pada Habib Rizieq. Bib, sampaean daripada ribut dan tantangan-tantangan dengan SBY, buktikan saja, coba sampean diam selama tiga bulan, jangan berbuat kekerasan. Biar bisa dilihat, kalau selama tiga bulan itu masih ada kekerasan, berarti ada pihak lain yang membuat kekerasan, yang bukan bersumber dari kekerasan atas nama agama,” kata Muzadi.

sumber : voa-islam.com



Selasa, 01 November 2011

Sunan Kalijaga untuk Indonesia Baru

“Saat ini, diperlukan tak hanya Sunan Kalijaga, tapi Sunan Kalijaga plus untuk memperbaiki Republik Indonesia. Hal ini terkait dengan kondisi Indonesia yang semakin hari tidak semakin baik, bahkan semakin berada pada ambang kehancuran. Gak diapak-apakno, Indonesia iku bakal hancur dewe. Sama seperti keadaan Majapahit zaman dahulu.” Demikian ditegaskan oleh Cak Nun pada padhang mbulan lalu (23/09).
“Sama sekali tidak benar jika hancurnya Majapahit karena diserbu oleh Demak. Sebab, tanpa diserbu sekalipun, Majapahit akan hancur dengan sendirinya. Kehancuran Majapahit lebih disebabkan oleh kondisinya sebagai Negara Kesatuan yang sebenarnya pesisir, tapi pusat ibukotanya berada di pedalaman dengan basis ekonominya pertanian. Sedangkan waktu itu sedang terjadi keretakan lempengan bumi dan semburan lumpur di daerah Canggu sekitar 1450-an,” Cak Nun menambahkan.
Atas dasar itulah, Sunan Ampel akhirnya mengutus kepada Sunan Kalijaga untuk membantu Majapahit yang berada di ambang kehancuran. Majapahit sendiri bersedia menerima karena Sunan Kalijaga membantu Majapahit di akhir-akhir kekuasaannya dari serbuan Kerajaan Kediri yang diperintah Prabu Girindrawardana. Oleh Sunan Kalijaga, Majapahit diajak melakukan transformasi dari Negara Kesatuan Mojopahit berbasis pertanian menuju Negara Demak Federal di Daerah Glagah Wangi yang merupakan Negara Federasi berbasis ekonomi internasional maritim perdagangan.
Putra-putra Prabu Brawijaya pun diserahi kekuasaan sendiri yang disebut dengan Tanah Perdikan dengan gelar Ki Gede atau Ki Ageng. Mulai dari Ki Ageng Mangir, Ki Gede Menoreh, dan lain-lain. Kekuasan yang diberikan kepada putra-putra Brawijaya meliputi NTB hingga Denpasar, Madura, Pamekasan, Sumenep, Makasar, Borneo, sampai Palembang. Semuanya memang putra Brawijaya yang berjumlah 147 orang. Dari Betoro Katong Ponorogo, Syech Bela Belu Parangtritis, Ki Ageng Mangir Yogja Selatan, Handayaningrat, Prabu Denpasar, dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan transformasi dari Majapahit sebagai hasil reformasi yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.
Ketika disuruh oleh Sunan Ampel agar mengatasi masalah yang ada di Majapahit, Sunan Kalijaga berpendapat, bahwa Majapahit tidak akan bisa menerima kehancuran jika tidak mengenal nilai-nilai islam. Sebab, hanya orang-orang yang mengenal nilai-nilai tasawuf islamlah yang akan terhindar dari kehancuran. Didalam tasawuf  tidak ada kehancuran, apalagi hanya sekedar penderitaan. Maka, jalan satu-satunya yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah “mengislamkan” Majapahit agar memiliki sikap hidup dan pandangan yang berbeda.
Yang pertama kali didakwai agar mengenal islam adalah TNInya Majapahit, yaitu Empu Supo dan anaknya Supo Anom, lantas DPR/MPRnya, baru kemudian keluarga istana dan anak-anaknya, meskipun pada tahap ini ada beberapa orang yang tidak bersedia masuk islam, yang kemudian pergi ke daerah selatan. Intinya, sebagai konsekuensi dari dakwahnya Sunan Kalijaga adalah terbentuknya tiga golongan dengan sikap dan paradigma yang berbeda.
Golongan pertama adalah golongan santri yang berjumlah sekitar 3000 orang. Oleh Sunan Kalijaga, golongan pertama ini diantarkan pergi ke daerah utara mulai Mojoagung hingga Demak dengan dikawal oleh Sunan Kudus. Sementara golongan kedua adalah Golongan Tengah, yaitu keluarga istana dan para kerabatnya. Berbeda dengan golongan pertama, untuk golongan tengah ini adalah islam abangan yang bersedia masuk islam tapi tidak mau berpakaian islam karena pertimbangan budaya. Bersedia naik haji tapi juga korupsi. Selingkuh, tapi kalau mati juga ditahlili, dan lain sebagainya. Golongan tengah ini dipimpin sendiri oleh Sunan Kalijaga dibawa ke Ngawi, yang kemudian disebut Mukswa.
Setelah beres dua golongan itu, Sunan Kalijaga kemudian tidak lantas membiarkan golongan ketiga yang pergi ke selatan karena tidak bersedia masuk islam, yang didalamnya juga terdapat adik dan anak-anak Prabu Brawijaya V. Golongan ketiga inilah yang disebut Sabdopalon Noyogenggong yang berjanji 500 tahun lagi akan kembali, meskipun hingga saat ini tidak ada kejadian apa-apa, pergi ke daerah Denpasar hingga Purwakarta. Oleh Sunan Kalijaga, Golongan ketiga ini didatangi satu persatu dalam waktu yang cukup lama, meskipun pada tahap itu tidak semuanya berhasil.
Sedemikian berat dan berliku tugas yang diemban oleh Sunan Kalijaga itupun gagal. Gagal dalam arti, bahwa Demak yang semula digadang-gadang bisa merepresentasikan dirinya sebagai kerajaan pesisir dibawah sinar islam dengan bimbingan wali sanga ternyata tidak berumur panjang karena perebutan kekuasaan dan pertarungan intern diantara umat islam sendiri. Dari Sunan Prawoto, Ratu Kalinyamat, Arya Penangsang, Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya, dan lain sebagainya. Arya Penangsang itu muridnya Sunan Kudus, sedangkan Mas Karebet muridnya Sunan Kalijaga.
Karena hal tersebut, Demak yang merupakan kerajaan pesisir bergeser ke pedalaman lagi menuju Pajang, hingga Mataram. Ketika berada di Mataram, Sunan Kalijaga sudah sangat tua, sehingga yang merupakan murid Sunan Kalijaga langsung adalah bapaknya Sutowijoyo, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan temannya yang strategi perang, yaitu Ki Mondoroko atau Ki Juru Mertani. Sedangkan Raja Mataram yang pertama, yaitu Panembahan Senopati bukan murid Sunan Kalijaga langsung, meskipun berada pada aliran yang sama.
Alhasil, disitulah lahir Republik Indonesia. Yaitu situasi dimana terjadi kegagalan menangani konflik sehingga Demak bergeser ke tengah lagi di daerah Kertasura (Pajang), bergeser lebih ke selatan ke Yogjakarta, yaitu di Kota Gede. Maka bisa dimengerti kalau kemudian konsep tentang walisongo mulai ditinggalkan digantikan Nyai Roro Kidul. Bahkan, sampai hari ini, Presiden Indonesia pun tetap memakai konsep yang sama. Yaitu tetap ke wali, meskipun pada saat yang sama juga ke penguasa Pantai Selatan. Sejak Panembahan Senopati inilah, Islam abangan mendapat legitimasi secara peradaban jawa.
Tak ada jalan lain, hari-hari ini diperlukan Sunan Kalijaga lagi untuk membawa Indonesia yang kesatuan menuju Demak yang federal berbasis maritim perdagangan. Sampai 2014 keatas harus benar-benar ada peran seperti Sunan Kalijaga, bahkan lebih, yaitu Sunan Kalijaga plus yang tidak anti Nyai Roro Kidul, yang akan menyelamatkan Indonesia dari kehancuran.
Lantas, sebuah pertanyaan yang patut untuk untuk menjadi perenungan bersama. Siapa dan dimanakah Sunan Kalijaga itu sekarang berada? (*).

Sumber ; Padhangmbulan.net
oleh : Em Syuhada. Sebagian transkrip rekaman padhangmbulan (23/09).

Senin, 31 Oktober 2011

Makna Lir ilir Raden Said

Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Bocah angon, bocah angon
Penekna belimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekna
Kanggo mbasuh dodod iro
Dodod iro, dodod iro
Kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana, jlumatana
Kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surak ’a, surak “hiyoo”




By : Sunan Kalijogo

Makna :
Lir ilir... lir ilir... tandure wus sumilir :
Sayup-sayup bangun (dari tidur), tanaman-tanaman sudah mulai bersemi,
Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Bagaikan
tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima
petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.

tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar :
demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru
Hijau adalah simbol warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati
siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya. Ada juga penafsiran yang mengatakan
bahwa pengantin baru maksudnya adalah raja2 jawa yang baru masuk Islam.

Cah angon... cah angon... penekna blimbing kuwi :
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,
Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol
dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh Sunan untuk memberi contoh kepada
rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.

Lunyu lunyu yo peneken kanggo mbasuh dodotira :
walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara / saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet.
Dengan kalimat ini Sunan memerintahkan orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima
rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga
kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan
sembarang pakaian biasa

Dodotira... dodotira... kumitir bedah ing pinggir :
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan
Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan
beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.

Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore :
Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore
Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja.
Disini Sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara
menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.

Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane :
Selagi sedang terang rembulannya, selagi sedang banyak waktu luang
Selagi masih banyak waktu, selagi masih banyak kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu dan bertaubatlah.

Yo surako surak hiyo :
Mari bersorak-sorak ayo...
Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan. Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira.

Lirik lir ilir patut kita serukan untuk para Penguasa Tanah air saat ini, agar terbuka mata hati dan pikirannya..
Wallahu a’lam bish-shawabi..

Mengutip dari berbagai sumber,,

Kamis, 10 Februari 2011

Roda Kehidupan

Makna dari Roda Kehidupan sering saya dengar dikala seseorang mengalami keberuntungan, kemujuran atau bahkan kesialan kalau orang jawa bilang apes.

Jika seseorang tersebut berada di atas atau pada kondisi sukses maka yang sering terlontar dari mulutnya adalah "ya biasalah lah roda dunia, kadang diatas kadang pula ada dibawah, saya dulu memang orang susah berada dibawah, tapi sekarang berkat ke uletan saya, maka saya sekarang Alhamdulillah berada di atas, ya mudah-mudahan saja saya bisa mempertahankan keberadaan saya diatas pada saat ini".

Sedangkan orang yang lagi apes atau sial entah karena bisnisnya gagal, yang sering terlontar dari mulutnya adalah "ya biasalah roda dunia, kadang diatas kadang pula ada dibawah, saya dulu memang orang berada diatas, tapi sekarang, karena kegagalan bisnis yang saya jalani,entah karena salah me-manage, atau sudah takdir Tuhan  maka saya ya seperti ini adanya, dan saya akan berusaha bangkit lagi dari kegagalan ini".

                                             www.google.com
                                             

Sepintas memang angan-angan yang terlontar dari mulut keduanya adalah sama benarnya, semua pasti akan berputar, Jadi jika Roda Kehidupan diibaratkan sebagai bulatan atau bundar, dan kita sebagai manusia berada pada salah satu sisi ujungnya maka sudah pasti kita akan terkena "dampak" dari roda kehidupan yang akan membuat kita terkena rotasinya (kadang diatas kadang dibawah), Nah jika kita memposisikan diri kita dekat dengan Poros pada roda kehidupan tersebut, maka sudah sejatinya kita tidak akan terkena "dampak" dari roda kehidupan. Yang menjadi pertanyaan adalah siapa sesungguhnya "Poros" dari roda kehidupan tersebut ? Jika Anda telah menemukan jawaban tersebut, sudah saatnya anda mendekatkan diri pada-Nya.


By SPM

Selasa, 11 Januari 2011

oHH Om Gayus Dimana Letak "KeMaLuanmu"

Om Gayus bernama lengkap Gayus Halomoan P Tambunan, lahir di Jakarta, 9 Mei 1979 seorang pegawai kantor Pajak golonganIIIA (alumnus STAN Seklah tinggi Akutansi Negara), anak kedua dari 5 bersaudara , putra dari Amir Syarifuddin Tambunan.

Rasanya bosan sudah masyarakat kita mendengar berita Om Gayus yang semakin rumit saja kasusnya, memang harus demikian, didapati hingga akar-akar nya, rasa-rasanya emang ga mungkin lah Om Gayus kerja sendiri.
Itu sudah menjadi tugas dari penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus Om Gayus, Pengacara/Lawyer tuh juga termasuk penegak hukum juga loh, jangan salah, tetapi pada kenyataanya Haposan Hutagalung mantan pengacara Om Gayus malah menjadi otak dibalik perencanaan penggelapan pajak, hingga dia divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Ckckckck Sungguh tragis nian Mental masyarakat kita..
Saya memang bukan penyidik ataupun penegak hukum, tp saya sebagi masyarakat biasa berhak dong bersuara,.
Saat ini kasus Om Gayus memang lagi rumit2nya, untuk saling menggigit satu sama lain,,
Tuhan memberikan salah satu sifat pada manusia, Malu, yang saya sesalkan Mengapa Om Gayus Ini tidak mempunyai rasa Malu sedikitpun terhadap apa yang dia perbuat atau juga malah bangga dia menjadi "most wanted" ckckckc,,, Dimana Letak "KeMaluanmu" Om ? jangan2 "KeMaluan" Om Gayus Bersatu dengan Kemaluan yang sebenarnya di Balik Resleting Celana, sehingga tidak akan malu, yang selalu tertutup.


Dengan bergaya Parlente IndonesiaNis yang selalu memakai batik didalam persidangan, yang seharusnya tidak pantas digunakan Om Gayus, Batik sendiri merupakan salah satu simbol NKRI yang sakral di gunakan dalam Acara adat.
Semoga saja kasus ini terselesaikan dengan benar dan Om Gayus Mendapat Pencerahan dari Tuhan YME sehingga menjadi Manusia Indonesia yang sebenarnya berlandaskan Pancasila.



sumber gambar www.google.com

DAMPAK PEMBANGUNAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP PADA KESEIMBANGAN ALAM

  Kemajuan pembangunan yang terus berkembang secara pesat baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan membawa berbagai macam dampak positif hi...