Kemajuan pembangunan yang terus berkembang secara pesat baik
di wilayah perkotaan maupun pedesaan membawa berbagai macam dampak positif
hingga negatif. Salah satu dampak negatif dari pembangunan tersebut adalah
munculnya pencemaran
lingkungan. Pencemaran
lingkungan hidup adalah fenomena global yang efeknya semakin bertambah besar
seiring berjalannya waktu. Akibat ulah manusia yang kurang memikirkan
keseimbangan antara pembangunan modern dan alam sekitar, banyak dari hal ini
yang lantas menimbulkan permasalahan lingkungan.
Seorang ahli ekonomi bernama Robert Heilbroner dalam bukunya “An
Inquiry Into the Human Prospect” menulis
sebuah pertanyaan yang bernada pesimis tentang masa depan manusia: “Is the hope
for man?” (adakah harapan bagi masa depan manusia?). Pertanyaan ini muncul dari
kajian yang Heibroner lakukan terkait dengan berbagai masalah nyata yang
dihadapi manusia yang mana berkaitan erat dengan alam lingkungan hidupnya.
Heilbroner berusaha melihat bagaimana masa depan manusia, berdasarkan
fakta-fakta yang semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu. Dari berbagai
kajian mengenai tantangan yang dihadapi manusia, dan keterbatasan kemampuan
yang dimiliki manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Melihat adanya perubahan global dalam kehidupan manusia dalam
memenuhi kebutuhan maka berdampak pada perubahan global pada lingkungan. Lebih
lanjut, perubahan global dapat menimbulkan bencana alam maupun bencana
teknologi. Adapun dua bencana, yaitu
bencana alam dan bencana teknologi di sebabkan oleh tidak adanya control yang
baik dalam menyeimbangkan kondisi alam dan manusia serta tidak adanya control
teknologi yang ramah lingkungan. Bencana
alam digambarkan sebagai kejadian alam yang tidak biasa dan sangat intens,
termasuk berbagai cuaca ekstrim, seperti cuaca ekstrim panas atau ekstrim
dingin, angin topan, badai salju, badai, angin musim, dll. Gempa bumi, letusan
gunung berapi, tanah longsor, juga termasuk bencana alam. Terjadinya
bencana-bencana alam, ada kemungkinan turut dipengaruhi oleh campur tangan
manusia. Misalnya, banjir dan tanah longsor : adanya Deforestasi atau penggundulan hutan yang mana dapat diartikan sebagai
kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon sehingga lahannya dapat
dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan, seperti pertanian dan perkebunan,
peternakan, atau permukiman. Sedangkan untuk bencana teknologi adalah usaha-usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup dan
meningkatkan penguasaan atas penyakit, begitu juga keinginan penguasaan atas
alam, dengan menggunakan jaringan teknologi yang mengalami kegagalan dan tidak
ramah lingkungan. Sebagai contoh : instlasi nuklir bocor, racun dari pembuangan
sampah maupun limbah industri dan Rumah Tangga, sampah nuklir, maupun penggunaan bahan kimia yang dapat
meracuni air, udara, bahkan tanaman. Dari dua jenis penyebab masalah bagi
linkungan, yakni bencana alam dan bencana teknologi, bencana alam dapat dilihat
sebagai yang tak terhindarkan tapi perlu diingat bahwa ada bencana alam yang
mana manusia mengambil bagian terjadinya bencana alam tersebut. Sedangkan
bencana teknologi, selama itu berada di bawah kontrol manusia, sebenarnya
merupakan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.
Chiras dalam bukunya
“Environmental Science”, menyatakan bahwa hal yang sangat penting terkait
lingkungan hidup di masa depan adalah mengadakan perlawanan terhadap pandangan
lama tentang lingkungan hidup, yang ditandai oleh tiga pandangan dasar, yakni:
yang pertama adalah Manusia memandang lingkungan sebagai sumber daya yang tak
terbatas, kedua Manusia melihat dirinya sebagai yang terpisah, ketimbang
sebagai bagian dari lingkungan, dan yang ketiga adalah Alam dipandang sebagai
sesuatu yang harus digarap (to be overcome). Manusia secara historis memandang
alam sebagai pemberian untuk memuaskan keinginan dan kesenangan dirinya yang
tak pernah berakhir. Sikap mental ini dapat digolongkan sebagai bagian dari
teori antroposentrisme mengenai lingkungan maupun manusia. Antroposentrisme
(antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai
pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala
kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan
manusia dan kepentingannya.
Saatnya untuk melakukan perubahan pandangan dan perilaku terhadap
lingkungan hidup. Karena semakin kedepannya kejahatan lingkungan hidup semakin
canggih dengan pola dan bentuk yang baru. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat menjadi insperktur upacara
dalam penutupan pelatihan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) di
Pantai Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu 11 Desember 2021.
“Modus kejahatan mulai dengan cara konvensional dan canggih. Pelaku kejahatan
datang dari berbagai kelangan atau kita sebut multi aktor mulai dari
masyarakat, kelompok terorganisir, korporasi, dan oknum aparat diantaranya”
kata Siti Nurbaya.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup.
Pasal 1 Ayat
(14) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menyebutkan Pencemaran lingkungan hidup, adalah “Masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Sementara
itu, untuk mengukur adanya suatu pencemaran ditetapkan dengan baku mutu
lingkungan hidup sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 1 Ayat (13)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, bahwa Baku mutu lingkungan hidup, adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup.
Tindak Pidana Lingkungan Hidup
saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab XV, yaitu mulai dari Pasal 97 sampai
dengan Pasal 120 UUPPLH.
Pasal 97
UUPPLH menyatakan bahwa tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pidana
UUPPLH, merupakan kejahatan (rechtdelicten), sehingga level perbuatan
tercelanya di atas pelanggaran.
Secara umum,
perbuatan yang dilarang dengan ancaman sanksi pidana bagi yang melanggarnya
dalam UUPPLH yaitu perbuatan Pencemaran lingkungan hidup dan perusakan
lingkungan hidup.
Pencemaran
lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. (Pasal 1 angka 14
UUPPLH).
Berdasarkan
ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa penentuan terjadinya
pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan
hidup. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup.
Mari bersama menjadikan lingkungan hidup lebih baik demi masa depan yang lebih baik juga, dengan cara lebih berani menyuarakan sebuah kritik tajam atas kelalaian dan ketidakpedulian manusia tentang masa depan lingkungan hidup yang yang berdampak pada kelangsungan hidup manusia, dimana tidak ada atau sangat kurangnya upaya-upaya serius yang dilandasi oleh kesadaran mendalam untuk merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam lingkungan hidup. Melakukan pengawasan terhadap pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup dan menanggulangi berbagai kejahatan lingkungan hidup dimana setiap aparat harus berfungsi sebagai pencegahan dan penindakan harus menempa diri dan inovasi agar tetap mampu mencegah dan menanggulangi berbagai gangguan dan ancaman kejahatan lingkungan yang semakin meningkat kualitasnya. Memang tugas ini tidak mudah namun dengan adanya sinergi bersama dengan segenap elemen masyarakat masalah demi masalah dapat diselesaikan demi lingkungan hidup yang lestari demi masyarakat sejahtera dan kejayaan Indonesia.
Anthonius Eddy Widodo
Mahasiswa Magister Hukum Universitas
Widyagama Malang